Header Ads

INFRASTRUKTUR HIJAU LAMPUNG

Faridh Almuhayat Uhib

Koordinator Daerah Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Lampung 2010-2014 ; Direktur Eksekutif Garsy 2010-2012

PROVINSI Lampung yang terdiri dari 14 kabupaten/kota memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Dengan luas daerah 3.528.835 ha Lampung memiliki potensi sumber daya alam beraneka ragam.
Banyak sektor kehidupan yang prospektif untuk dikembangkan mulai dari pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, pertambangan, wisata, dan kehutanan. Namun, pertumbuhan Lampung membawa dampak negatif di semua wilayah dan salah satunya adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup. Sebab itulah, perlu penataan ruang dan wilayah dengan kebijakan yang lebih prolingkungan. Kita dapat mengambil contoh Jakarta, yang dahulu indah kini menjadi kumuh seperti tidak tertata, sehingga dampak dan permalasahannya susah untuk dilokalisasi.

Bagaimana dengan Lampung? Tentu kita harus melihat secara mendalam berbagai potensi di berbagai kabupaten/kota seperti di Bandar Lampung sebagai ibu kota provinsi yang menjadi pusat pertumbuhan sebagai kawasan industri, perdagangan, pendidikan, dan lain-lain. Kemudian, Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Selatan, dan Lampung Utara merupakan kawasan perindustrian. Berikutnya, Way Kanan, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, Lampung Barat, Tanggamus, dan Mesuji memiliki potensi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.

Kerangka Ekologis
Untuk mengembangkan potensi tersebut, satu hal terpenting adalah adanya pemahaman bersama seluruh pemerintah daerah dalam menentukan arah pembangunan berbasis lingkungan, dalam hal ini infrastruktur hijau. Infrastruktur hijau merupakan kerangka ekologis untuk keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi, sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan. Infrastruktur hijau merupakan jaringan ruang terbuka hijau (RTH) kota untuk melindungi nilai dan fungsi ekosistem alami yang dapat memberikan dukungan kepada kehidupan manusia.

Implementasi infrastruktur hijau dijabarkan dalam pola pemanfaatan ruang. Pola tersebut yaitu, pertama, pola pengamanan ekologis, meliputi pengamanan terhadap masalah air dan banjir, udara, bencana geologis, keanekaragaman hayati, warisan budaya, dan rekreasi. 

Kedua, pola pengamanan air dan banjir, berhubungan dengan proses hidrologis, seperti aliran permukaan, daerah resapan air, dan daerah tangkapan air hujan. Ketiga, pola pengamanan udara, berhubungan dengan upaya peningkatan kualitas udara agar udara kota tetap segar, tidak tercemar, dan sehat untuk warga. Kawasan dengan potensi pencemaran udara tinggi menjadi prioritas dalam penyediaan RTH untuk mengendalikan pencemaran udara, terutama sektor transportasi. Jalur hijau jalan dan kawasan industri menjadi fokus utama penentuan pola RTH kota.

Keempat, pola pengamanan bencana geologis, berhubungan dengan pengendalian daerah-daerah rawan longsor, amblasan muka tanah, patahan geologi, dan daerah rawan bencana geologis lainnya. Kelima, pola pengamanan keanekaragaman hayati, berhubungan dengan konservasi berbagai spesies dan habitat. Kesesuaian lahan untuk habitat berbagai spesies dan penentuan kawasan yang harus dikonservasi merupakan fokus utama agar penataan ruang kota tetap memberi peluang keanekaragaman biologis.

Keenam, pola pengamanan warisan budaya, berhubungan dengan konservasi situs budaya, seperti bangunan cagar budaya dan kawasan lanskap cagar budaya. Kawasan atau tempat yang bernilai budaya tinggi perlu dikonservasi agar tak habis dilanda pembangunan fisik yang akan mengubah wajah lansekap.
Ketujuh, pola pengamanan rekreasi, berhubungan dengan tempat-tempat yang mempunyai fungsi sosial dan nilai rekreasi bagi warga kota. Taman kota, taman lingkungan, taman rekreasi, taman permakaman, kawasan dengan pemandangan indah, kawasan dengan fitur alam yang unik, dan lanskap vernakular merupakan daerah yang perlu diamankan dari pembangunan kota.

Saling Terkait
Dengan demikian, infrastruktur hijau merupakan jaringan yang saling berhubungan antara sungai, lahan basah, hutan, dan habitat kehidupan liar. Juga dengan daerah alami di wilayah perkotaan seperti jalur hijau, kawasan hijau, dan daerah konservasi, daerah pertanian, perkebunan, dan berbagai jenis RTH lain, seperti taman-taman kota. Pengembangan infrastruktur hijau dapat mendukung kehidupan warga, menjaga proses ekologis, keberlanjutan sumber daya air dan udara bersih. Selain itu, serta memberikan sumbangan kepada kesehatan dan kenyamanan warga kota.

Lampung harus segera memiliki konsep infrastruktur hijau dan itu harus diawali dari kebijakan prolingkungan. Hal tersebut sangat penting untuk meminimalisasi dampak negatif pertumbuhan dan menyelamatkan generasi mendatang. Tidak mustahil suatu saat nanti Lampung dapat menjadi kawasan maju dan padat penduduk seperti Jakarta, tapi lingkungannya tetap terjaga. Semua itu harus dimulai dari sekarang dengan tetap menjaga kaidah-kaidah dan etika lingkungan. Upaya terpenting lainnya, segera membangun infrastruktur hijau untuk mengantisipasi kondisi lingkungan yang sering di luar perkiraan. (n)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.